Diberdayakan oleh Blogger.

Catatan Perjalanan Singkat

Bertambah usia idealnya bertambah pula kesadaran. Kesadaran adalah kondisi pikiran dan perasaan saat merespon suatu kejadian. Artinya, seseorang memiliki alasan ketika memutuskan sesuatu. Kondisi ini erat kaitannya dengan banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh seiring perjalanan waktu. Ya, kurang lebih begitulah maksudnya.

Misal, anak TK yang seragam sekolahnya sobek di sekolah. Maka ia merasa takut pulang, takut dimarahi bapaknya. Namun ketika sudah SMP, dengan peristiwa yang sama, ia sudah tidak takut lagi, karena ia bisa minta tolong penjahit dekat rumah, atau bisa menjahitnya sendiri. Nah, respon anak TK dan SMP ini menjadi berbeda karena meluasnya kesadaran.

Hal ini pun bisa kita pahami terhadap fenomena pandemi ini. Orang ketika awal terjadi pandemi, mereka begitu takut. Panic buying diberitakan terjadi di banyak tempat. Tempat umum mendadak sepi, masker, handsanitizer, bahkan sekedar botol sabun kosong pun menjadi barang langka yang diburu.

Namun sekarang, ketika informasi sudah banyak diserap, pengalaman telah banyak dijalani, sehingga orang-orang sudah banyak yang tidak takut, meskipun virus masih ada dan bahkan bervariasi. Hal ini karena mereka tahu, bahwa melaksanakan 4M dapat menghindarkan mereka dari penularan. Pun alat penunjang telah banyak tersedia. Juga adanya kabar vaksin, dorongan pemenuhan kebutuhan hidup, dan lain sebagainya.

Pada wilayah yang lebih luas, kesadaran dapat mengembalikan orang pada fitrahnya, menjadi orang yang baik, selamat, dan menyelamatkan. 

Seseorang yang hari ini misalnya punya pengalaman dihukum karena pencurian, korupsi, dan tindakan yang sedemikian bermakna dalam hidupnya, maka ia telah memiliki kesadaran akan perbuatan tersebut. Sehingga atas pengalamannya itu, cara pandangnya berubah, cara 'merasa'-nya juga berubah. Andaikan kesadarannya saat ini dibawa ke masa ketika akan melakukan tindak pidana, tentu realita kini akan berbeda.

Maka dalam kehidupan orang sering mendengar, "patuhlah nasehat orangtua, mereka gak akan menjerumuskan kamu", ini karena mereka telah memiliki kesadaran yang lebih luas, atas sebab akibat keputusan yang hendak diambil. Mereka telah "mengalami", atau setidaknya mengambil pelajaran nyata dari pengalaman teman-temannya satu generasi.

Tapi kan biasanya anak-anak punya kesadaran mereka sendiri ya? yang tercermin dari ucapan, argumen, dan tindakan yang mereka putuskan. Hingga nantinya terjadi negosiasi dengan orangtua. Yang akhirnya keputusan yang diambil dipasrahkan kepada Tuhan yang Mahakuasa.

Ya, kesadaran akan selalu meningkat, lambat maupun cepat. 

Meningkatnya kesadaran membuat orang tersipu malu, membaca status medsosnya sepuluh tahun yang lalu, betapa kekanakan dan 'alay'-nya ia yang dulu.

Kesadaran menjadikan orang tawasuth (bersikap pertengahan), karena ia tahu, bahwa satu peristiwa yang terjadi, itu komponennya banyak sekali.

Kesadaran menyebabkan orang menyangkal atau mengiyakan
Kesadaran membuat orang melakukan atau mengurungkan
dan kesadaran menjadikan orang menangguhkan atau menyegerakan~

Ingat gelang karet dalam foto ini? Dulu populer ketika saya masih STM. Siapa pernah sangka, bahwa gelang karet ini konon dapat meningkatkan kekuatan, kesehatan, dan keberuntungan bagi yang mengenakannya. Hehehe...

Salam,
Agus Tri Yuniawan

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Umumnya untuk mendapat pekerjaan yang profit maka harus diawali dengan belajar giat. Untuk mendapat jodoh yang cakep, maka orang perlu memperhatikan penampilannya juga. Supaya sehat maka harus rajin olahraga, makan bergizi, dan pola hidup sehat. Agar menjadi terkenal, maka orang musti menghasilkan karya yang bagus serta konsisten., dan itu semua sudah menjadi kelumrahan, menjadi prosedur standar untuk berikhtiar.
 
Namun demikian, ada orang yang belajarnya biasa-biasa saja, tapi malah dapat pekerjaan yang bagus. Sementara ada orang yang dulunya ranking di kelas, nilainya bagus-bagus, eh sulit mendapat pekerjaan. Ada yang penampilannya ganteng, cantik, tapi gak nikah-nikah juga, asmaranya berliku-liku.

Disisi lain ada yang penampilannya pas-pasan, tapi malah 'laku' duluan, dapat pasangan, cakep lagi. Ada orang yang dulunya dihina, direndahkan, eh, sekarang malah moncer, tapi yang dulu dipuja-puja, sekarang hilang entah kemana. Ada yang divonis dokter umurnya tinggal sekian hari, tapi ternyata terus hidup sampai kini. Ada orang yang bugar sehat, tiba-tiba sekarat. Dan ada orang yang mengiklankan roti goreng saja, eh malah terkenal se-Indonesia dan menjadi duta kuliner.

Itu semua adalah bukti, bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Saat manusia terlalu menggenggam kaku egonya, Dia membuat pertunjukan-pertunjukan untuk "membenturkan" ego manusia dengan realita. Hingga manusia akan kembali menyandarkan akal dan rasa, bahwa Tuhan maha segalanya.

Kamu, yang merasa ahli ibadah, kemudian merasa pongah, bisa saja akhir hidupmu suul khatimah. Sementara mereka yang kau anggap rendah, lalu kau meneriaki kafir dan ahli bid'ah, bisa saja mereka mendapat hidayah, dan justru matinya husnul khatimah.
 
Manusia, tidak jelas ceritanya. Dikira A ternyata B, direncana C tapi kok jadinya E, diprediksi F eh malah lompat munculnya Z. "Menungso ki durung karuan", kata simbok. Kalau Tuhan menghendaki terjadi, mau apa kamu?

Salam,
Agus Tri Yuniawan

Sumber gambar: pngwafe.com, indozone.id, edited
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Ide tulisan ini adalah ketika adegan Bu Tejo dan rombongan emak-emak diberhentikan oleh petugas polisi lalu-lintas. Mereka memang salah karena melanggar peraturan. Singkat cerita mereka berhasil lolos dari penilangan "berkat" omelan emak-emak tersebut. Poin tulisan ini endingnya bukan pada siapa yang benar dan salah, tetapi pada hikmah pada bagian adegan tersebut.

Bayangkan saja, jika Bu Tejo dan rombongan adalah emak-emak santun, tentu saja tilang tak bisa ditolak, dan acara tilikan bu lurah menjadi terhambat. Gotrek sebagai sopir pun pasti manut pada polisi, karena ia tahu peraturan, dan pasti tidak berani berargumen pada petugas, sama isterinya saja tunduk, ehehe...

Bu Tejo dengan cangkem elek-nya, memang ngeselin. Tapi berkat itulah ia bisa mengatasi satu tantangan yang menghadang.

Islam pada awal masa dakwah baru berani tampil sembunyi-sembunyi. Berkat garang-nya Sahabat Umar, maka preman-preman yang memusuhi Nabi mampu dihadapi.

Tentu pula beberapa dari kita pernah membaca cerita, tentang orang sok pintar yang bertanya "kalau setan dari api, gapapa dong dia dimasukkan neraka, kan unsurnya sama". Pernyataan tersebut sekilas benar, tapi menyesatkan. Maka jawaban dengan santun, sopan, alusan, tentu tidak bisa menyadarkannya. Akan terus dibantah, dicounter, didebat. Maka jawaban yang membuat mak-jlebb adalah dengan tamparan. Ketika ditanya alasannya, dijawab "tangan kan kulit, pipimu juga kulit, gimana, enak toh?!", baru paham. Ini cangkem elek.

Begitulah, kadang-kadang orang tidak tersadarkan karena nasihat, masukan, perhatian, tetapi justru bisa disadarkan dengan cletukan, omelan, dan... cangkem elek.

Maka ada ulama yang memiliki Gerakan Cangkem Elek, untuk mengcounter orang-orang yang merasa dirinya pintar, menafsirkan agama hanya dengan pikirannya saja, suka memaksakan pendapat, suka mendebat, dan menyalahkan orang lain. Maka hanya dengan cangkem elek dia bisa dilawan.

Punya tetangga Bu Tejo mungkin bikin risih. Tapi ketika perlu vokal untuk melawan ancaman di kampung, barangkali Bu Tejo lah yang akan berjasa. Dia punya keunikan yang demikian, untuk pelengkap dunia. Gusti Allah punya kuasa, menjadikan setiap makhluk yang dicipta mempunyai guna.

Selamat Tahun Baru Islam, 1442 Hijriyah.
Salam,
Agus Tri Yuniawan

Nb. Terjemahan Jawa
Cangkem        = mulut
Elek        = jelek

Sumber gambar: meme google images
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tulisan ini terinspirasi dari teman-teman solidaritas pemuda di Dusun Plempoh Padukuhan Dawung, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum masuk ke inti catatan, mari kita sepakati dulu definisi masing-masing. Totalitas artinya bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pekerjaan, maksimal, mengerahkan semua sumber daya supaya pekerjaan yang dilakukan dapat ditunaikan dengan baik. Loyalitas artinya kesetiaan, menjalankan pekerjaan dengan baik, tidak mengumbar sisi negatif lingkup pekerjaan yang dijalani. Definisi dari mana itu? Ya definisi dari KBBI, dengan tambahan seperlunya, hehe.

Penulis mengamati, beberapa orang yang melaksanakan pekerjaan secara totalitas dan loyalitas, maka ia mengalami perbaikan dalam hidupnya. Kehidupannya semakin baik, semakin mapan, baik dari segi personal maupun finansial. Uniknya, perbaikan ini seringkali justru tidak berasal dari pekerjaan yang sedang ia kerjakan, melainkan dari jalur lain.

Sebagai contoh, sebut saja Kembang, nama samaran. Ia bekerja di tempat kerja A. Memang sih, disana gajinya tidak sebesar teman-temannya yang bekerja di tempat lain. Namun dia melaksanakan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Setiap pekerjaan dikerjakan dengan tuntas. Ia hampir tak pernah sambat, belum pernah terdengar ia etung-etungan, bahkan ketika harus melakukan pekerjaan di luar jam kerja.

Sikapnya tersebut tak lantas membuat gajinya naik berlipat-lipat, tetap saja segitu, karena memang tempat dia bekerja hanya mampu memberinya upah sesuai dengan perjanjian. Yang menarik adalah bahwa dia sesekali mendapat tambahan penghasilan dari luar. Ia menjadi kenal dengan banyak orang penting, dan orang-orang semakin mengenalnya sebagai orang yang baik dalam bekerja. Singkat cerita Kembang pun semakin mapan hidupnya, dan satu persatu kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Hubungannya dengan teman-teman solidaritas Plempoh adalah, seringkali mereka melaksanakan pekerjaan kampung meski sampai pagi. Misalnya gotong royong ngecor jalan, rewang di tempat hajatan, mengurusi bolo pecah, ngelas memperbaiki barang-barang sewa seperti meja, kursi, panggung, dsb. Hanya kopi, camilan, dan kebersamaan yang membuat mereka betah. Mereka tidak dibayar, tetapi mau saja melakukannya. Berkaca dari pengalaman si Kembang, penulis yakin bahwa Tuhan akan memberikan takdir terbaik bagi mereka. Mereka yang mau bekerja dengan total dan setia. 

Pada zaman digital seperti sekarang ini, dimana ilmu dapat diperoleh dari banyak sumber, tak sedikit orang memiliki kepintaran diatas rata-rata. Namun sistem kehidupan tak melulu bergantung kepada orang yang pintar saja, melainkan kepada orang yang MAU bekerja. 

Pesanku kepada Kembang-Kembang muda, teruslah jaga nilai kebaikan dirimu dalam bekerja. Tancapkan "kontrak kerjamu" kepada Tuhan, hatimu terlalu berharga untuk kecewa. Biarkan nanti takdir baik yang akan menjelma. "Don't worry, uyee", kata Tony Q Rastafara.

Salam,
Agus Tri Yuniawan




Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
"Tamak adalah rasa ingin mendapatkan kepunyaan orang lain." Kita sepakati dulu ya definisi tersebut. Yang namanya makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari keberadaan orang lain. Aktifitas sosial meniscayakan orang melihat apa-apa yang dimiliki satu sama lain. Uang, kendaraan, pakaian, aksesoris, bahkan makanan. Itu semua adalah contoh kebutuhan sehari-hari manusia. Jika kebutuhan tersebut belum tercukupi, biasanya ada rasa ingin mendapatkan ketika membaur dengan orang lain.

Saya dan Zaid misalnya. Kami berteman. Zaid punya kebon di rumahnya. Disana ditanami pisang raja super, dan kebetulan sudah berbuah masak. Saya pun kebetulan suka banget makan buah pisang. Tapi mau beli di pasar kok sayang, eman. Oleh karenanya saya dolan ke rumah Zaid, dengan niat utama supaya dikasih pisang raja :d

Nah, ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa ada rasa tamak dalam hati saya. Dampak dari adanya rasa tersebut adalah saya menjadi kurang enjoy ketika dolan, saat srawung. Pikiran selalu tertuju pada momen dikasih pisang. Manakala beneran dikasih, maka saya menjadi senang. Sebaliknya saya pun kecewa jika ternyata tidak mendapatkan apa yang saya niatkan. Inilah dampak rasa tamak. Perasaan menjadi 'terkurung' pada 'keinginan mendapatkan', akhirnya jatuh pada kekecewaan manakala gagal mendapatkan.

Jika ditarik dalam kehidupan yang lebih luas, kira-kira seperti inilah yang mungkin akan kita rasakan. Bagaimana menghadapinya? Ada dua cara yang dapat kita lakukan. Pertama dengan pendekatan materi, yaitu dengan bekerja mencari penghasilan sebaik-baiknya. Jika kebutuhan kita sudah tercukupi, niscaya kita dapat memperkecil rasa tamak. Gimana mau pengen, wong kita udah punya. Ibarat perut yang sudah kenyang, maka kita nggak tertarik dengan makanan yang sedang dimakan orang lain. Apalagi jika ternyata makanan orang tersebut pas-pasan. Dengan menyingkirkan tamak dari diri kita, akhirnya orang lain pun dapat menyelesaikan makanannya dengan tenang.

Cara yang kedua adalah dengan memiliki cara berfikir bahwa hidup ini cuma sesaat. Saya hari ini cuma punya uang 200ribu misalnya. Hal ini rasanya sudah lebih dari cukup. Uang ini masih sisa jika digunakan untuk makan hari ini. Toh belum tentu besok saya masih hidup. Maka sungguh berlebihan jika saya panjang angan-angan pengen mendapatkan apa yang orang lain miliki. Maka cara yang kedua ini menggunakan pendekatan spiritual.

Dua cara itulah yang dapat kita terapkan manakala menghadapi rasa tamak dalam diri. Oleh karenanya itu dalam bekerja, kita niatkan supaya kita dapat menyingkirkan rasa tamak. Jika kita sudah tercukupi kebutuhannya, maka tidak pengen terhadap milik orang lain. Orang lain pun merasa aman dengan keberadaan kita. Tidak khawatir kita minta, tidak merasa terancam kita ambil. Pada lingkup lain yakni ketika menjalankan amanah pekerjaan misalnya, orang yang jauh dari sifat tamak maka tidak akan tertarik melakukan korupsi, tidak menyalahgunakan keuangan untuk kepentingan pribadi, maupun berupaya mencari margin untuk keuntungan sendiri. Orang sudah merasa beres dengan kehidupannya, sudah merasa cukup, sudah merasa kaya, merasa sudah punya, jadi tidak perlu punya perasaan ingin mengambil yang bukan haknya.

Sebagai penutup, mari kita mengutip sebuah pelajaran dari buku Nashaihul 'Ibad, dari sahabat Utsman bin Affan ra. mengatakan "siapa yang menyingkirkan sifat tamak dari milik orang-orang, maka ia akan dicintai mereka", karena orang yang menyingkirkan sifat tamak, maka dia tidak akan menjadi beban pikiran orang lain. Alhamdulillah.


Salam,
Agus Tri Yuniawan


Sumber Gambar: shutterstock[dot]com
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Proyek pendidikan tahunan telah tertunaikan. Serah terima buku kepandaian murid di bidang: agama, PKN, Bahasa Indonesia, matematika, ilmu alam, ilmu sosial, seni, olahraga, dst menjadi penandanya.

Alhamdulillah, segala puji milik-Nya. Hari ini naik kelas. Bersyukur dan senang hati rapor telah dibagi. Semua murid menerima nilai hasil belajar masing-masing. Guru, orang tua ridlo atas capaian perkembangan putra-putrinya.

Subhanallah, Maha Suci Allah, pemilik segala kesempurnaan. Rapor merupakan dokumen presentatif masa lalu. Rapor menandakan adanya perubahan baru yang lebih baik, yaitu tambah baik ketauhidannya, cakapnya, semangat belajarnya, semakin matang sosialnya, serta bertambah dewasa. Itulah esensi naik kelas yang sejati. 

Allahuakbar. Proyek bersama berupa kegiatan pendidikan ini tidak boleh berhenti. Asah, asih, asuh membentuk jiwa raga yang beriman, kreatif, inovatif, dan efektif dalam kehidupan menjadi misi besar bersama. Sayyidina Ali karromallahu wajhah berkata, "didiklah anak-anakmu sesuai zamannya".

Nilai angka bukanlah final. Rapor kenaikan merupakan dokumen prestasi hidup. Pendidikan bermutu modal terbaik masa depan mereka. Dengan berbekal rezeki yang halal, bimbingan guru, doa, dan keikhlasan usaha lahir batin niscaya ada harapan generasi emas bangsa.

Proyek besar kita, qurrota a'yun, generasi pemimpin, insan Indonesia yang efektif dalam kehidupan di masyarakat, berbangsa, dan negara, anfa'uhum linnas. Sungguh menyenangkan menerima rapor dengan tangan kanan.

Ditulis Oleh: Fauzan
Editor: Agus Tri Yuniawan
Sumber Gambar: istockphoto[dot]com
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bertambah lamanya masa pandemi kopit-19 ini memaksa orang untuk bersama-sama menemukan solusi nyata. Ekonom berupaya menemukan solusi ekonomi, guru berupaya melaksanakan kegiatan pendidikan yang adaptif, pemerintah dengan semua jajarannya berbagi tugas pada ranah masing-masing, sedangkan ilmuwan dan dokter berupaya menemukan vaksin virus ini. 

Kita semua tahu, bahwa vaksin sejatinya adalah bibit penyakit itu sendiri yang dilemahkan. Dengan demikian ia tidak memiliki kemampuan menginfeksi seperti sedia kala. Ia hanya "hadir" kedalam tubuh manusia, sehingga kehadirannya tersebut memicu "alarm" alami tubuh sehingga tubuh menghasilkan antibodi yang melindungi dari keganasan penyakit tersebut. Sekali lagi, karena bibit penyakit itu sudah dilemahkan, tentu saja tubuh tidak menjadi sakit tetapi justru merangsang kekebalan alami sehingga tubuh menjadi kuat. Oleh karenanya, ketika kemudian penyakit aslinya menyerang, maka tubuh sudah memiliki kemampuan untuk melawan. 

Hubungannya dengan kehidupan, sebenarnya kita juga mengalami proses "penyuntikan vaksin-vaksin kehidupan." Vaksin tersebut adalah setiap permasalahan yang hadir dalam perjalanan. Ini adalah cara Tuhan supaya kita semakin kebal, semakin bakoh, kuat dalam menghadapi persoalan. Saya mengutip kalimat berikut:

"Ingat, apabila sesuatu tak mampu menghancurkanmu, maka justru ia akan membuatmu semakin kuat."

Setiap permasalahan, tekanan, bahkan pukulan, yang itu tidak sampai membuatmu mati, maka sebenarnya itu adalah training kehidupan, yang akhirnya membuatmu menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Orang-orang yang dulunya pernah merasakan penderitaan, kesusahan, tekanan-tekanan dlm hidupnya, itu adalah tempaan bagi jiwanya sehingga menjadi tangguh. Yang akhirnya apabila ia menjadi orang yang lebih baik, maka ia tidak merasakan lagi derita masa lalunya sebagai penderitaan. Ketika kemudian kini ia mengalami hal-hal yang serupa, maka rasanya sudah biasa, bahkan bisa mengatasi dengan mudah. Itulah yang biasa dialami oleh orang-orang yang sukses.

Wanita-wanita yang dulunya mengalami kekerasan, kehancuran, KDRT, dan hal itu tidak membuatnya mati, maka justru kini mereka menjadi lebih kuat, memiliki pengaruh untuk membawa perubahan, berbagi penguatan pada orang-orang yang mengalami masalah yang sama seperti dirinya waktu dulu. 

Orang ketika "antibodi-antibodinya" sudah terbentuk, jangan kira persoalan kecil mampu menggoyahkannya, bahkan permasalahan yang lebih besar pun mampu ia hadapi. Ini karena Tuhan sudah menyuntikkan baginya vaksin yang banyak di masa lalunya, dan ia bertahan, menerima dan menjalani reaksi kehidupan, hingga kekuatan dan kebijaksanaan ia dapatkan pada akhirnya.


Salam,
Agus Tri Yuniawan


Gambar: freepik[dot]com
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Coretan yang lalu

Tentang Saya


Agen Perubahan Informatika

Penulis juga bertugas sebagai anggota tim admin medsos:
Padukuhan Dawung
Twitter @DawungID
Instagram @padukuhandawung
FB @padukuhan.dawung

SLB Negeri 2 Yogyakarta
Twitter @SLBN2Jogja
Instagram @slbn2jogja
FB @SLBN2Jogja

About Me






Tujuan dibuat blog ini:
(1) Sebagai nasehat dari penulis untuk diri penulis sendiri, agar tidak lupa, selanjutnya publik dipersilakan mengambil jika ada manfaatnya,
(2) Sebagai media dakwah,
(3) Sebagai sarana menulis


About Me

Postingan Populer

  • Laporan Aktualisasi Latsar CPNS 2019
    Setiap kegiatan pasti ada penghujungnya. Kini tibalah saatnya kami sampai pada kegiatan penutupan pelatihan dasar CPNS 2019. Pada sesi ak...
  • Status WA Kegiatan Latsar CPNS
    Bismillah, Alhamdulillah. Semoga kalian semua dalam keadaan sehat ya, sahabatku semua. Tulisan kali ini penulis memunculkan tema tentang ...
  • Hubbul Wathan Minal Iman
    Bismillah, Alhamdulillah. Semoga kalian sehat selalu, teman-temanku. Beberapa waktu kemarin, Mas Wildan membuka blog ini, dia bilan...
  • Catatan Latsar: Hari Kedua
    Bismillah, Alhamdulillah. Hari Kedua, Latsar CPNS Gol. III Tahun 2019. Rabu, 3 Juli 2019. Kegiatan hari ini diawali dengan jogging ...
  • Catatan Latsar: Hari Pertama
    Bismillah, Alhamdulillah. Catatan kali ini dan 18 hari kedepan adalah catatan penulis selama menjalani Pendidikan dan Pelatihan Dasar (L...
  • Catatan Latsar: Hari Kedelapan (bagian 1)
    Selasa, 9 Juli 2019. Kegiatan pagi seperti biasa yakni shalat subuh berjamaah, olahraga, sarapan dan apel pagi. Selanjutnya ada tiga agen...
  • Catatan Latsar: Hari Ketiga
    Bismillah, Alhamdulillah. Hari Ketiga Latsar CPNS Gol. III Tahun 2019. Kamis, 4 Juli 2019. Seperti hari sebelumnya, setelah menjalanka...
  • Catatan Latsar: Hari Kesembilan
    Rabu, 10 Juli 2019. Yel-yel yang ditampilkan pada apel pagi ini hanya kelompok kami. hal ini karena kelompok 12 dan 13 persiapan seminar ...
  • Catatan Latsar: Hari Keenam
    Ahad, 7 Juli 2019. Setelah kegiatan temu kangen, kami berkumpul untuk melaksanakan apel. Seperti biasa kami mengatur barisan di depan Asr...

Sahabat Telah Singgah

blog counter

Blog Archive

  • ▼  2020 (17)
    • ▼  Desember (1)
      • Akhir Tahun 2020, Meningkatnya Kesadaran
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (45)
    • ►  Desember (4)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (27)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (51)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (9)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2017 (22)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (13)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Dibuat dengan Sepenuh Rasa