Status WA Kegiatan Latsar CPNS

Bismillah, Alhamdulillah. Semoga kalian semua dalam keadaan sehat ya, sahabatku semua. Tulisan kali ini penulis memunculkan tema tentang status WA. Postingan ini ada benang merahnya dengan postingan sebelumnya yang berjudul egois dan meraih status ASN adalah prestasi?.

Pada kesempatan diklat dasar kemarin, banyak dari sahabat-sahabat yang memposting status WA tentang aneka kegiatan pelatihan. Tentu saja hal ini karena kami semua merasa gembira dan bersyukur telah diberikan kesempatan untuk belajar, bekerja, sekaligus mengabdi pada negara. Namun yang menarik pada catatan ini adalah penulis melihat dari sudut pandang rasa. Berdiskusi tentang rasa memang tiada habisnya, karena selama masih hidup kita selalu berdinamika tentang hal yang satu ini.

Status WA diposting dengan tujuan agar diketahui sebanyak-banyaknya teman yang ada dalam kontak WA. Mau bukti? berapa banyak dari kita yang senantiasa mengecek jumlah yang melihat status kita dan siapa saja yang telah membukanya, see? 😄

Pada kegiatan latsar CPNS on class kemarin, Bapak Sopingi, pengajar kami, pernah mengatakan yang intinya, "Jika ingin kaya, maka jangan menjadi PNS, tetapi jadilah pengusaha, tetapi jika ingin bekerja sekaligus mengabdi pada negara, maka PNS adalah jalan yang tepat."

Tentu saja, di akhir zaman ini, sesuatu yang baik saja sangat mungkin dipandang jelek, apalagi yang memang jelek. Sebuah toko modern yang laris saja dianggap jelek, karena dengan larisnya mereka ternyata membuat toko tradisional disekitarnya menjadi kurang laris. 759 orang yang lulus CPNS merupakan prestasi yang baik, tetapi bisa saja dianggap jelek karena 20.000 pendaftar lainnya menjadi kehilangan kesempatan. Kamu posting makan di resto terkenal, hang out di bioskop, shopping, dll, itu adalah hal biasa, tetapi bisa saja dianggap jelek oleh teman yang ternyata untuk bayar SPP kuliah saja susahnya bukan main. Si Bejo yang berhasil menikahi Juleha, sang bunga desa, mungkin saja dianggap hal jelek, karena ternyata si Karman, Karlan, dan Tubari menjadi kehilangan peluang memilikinya. Inilah sisi lain dalam keseharian kita.

Kita tidak tahu apa yang ada dalam hati seseorang, terlebih lagi jika kita memiliki sahabat dekat yang tidak lulus ketika dulu pernah berjuang bersama-sama tes CPNS. Yang lebih penting juga adalah kita tidak tahu secara sadar mengapa kita posting sesuatu. Apakah sebagai hal kesenangan saja, atau karena kita merasa bersyukur, ataukah ada keinginan mendapatkan perhatian, pengakuan, pujian, atau apalah, karena itu semua tersirat dalam lubuk hati yang dalam. 

Ketika kita memiliki tujuan untuk memotivasi orang, itu adalah sesuatu yang bagus. Manakala kita mempunyai niat syiar prestasi demi nama baik instansi dan negeri, ini merupakan sesuatu yang baik. Apabila kita bermaksud menginspirasi, dakwah, dan mengajak kebaikan, menebarkan cinta, tersebut adalah hal yang mulia. Tetapi kalau kita ternyata berniat (maaf) pamer, riya', dsb, maka tentunya hal tersebut perlu ditinjau kembali. Penulis pernah ngobrol dengan Mas Zainal, "Mas, meski CPNS itu gajinya standar, dan mungkin penghasilan seorang juragan rosok lebih tinggi dibandingkannya, tetapi di desa, ataupun dalam pergaulan (apalagi di kampung), posisi seorang CPNS itu rawan sombong, dan kita perlu menyadarinya".

Bangga itu wajar, tetapi jika berlebihan itu juga tidak baik. Oleh karenanya David R. Hawkins, M.D.,Ph.D, dalam penelitiannya menempatkan rasa bangga pada level yang kurang memberdayakan. Hal tersebut karena rasa bangga apalagi yang berlebihan berpotensi memicu orang bersikap sombong, menghina, dan merendahkan yang lain. Anyway, kalau sekedar bangga saja boleh dong 😄.

Teman-teman latsar juga keren-keren kemarin. Dari hasil ngobrol dan diskusi santai, mereka sempat mengatur status WA siapa saja yang bisa melihat dan siapa yang dibatasi. Semua untuk kebaikan. 😄

Maka tujuan penulis membuat catatan ini adalah agar menjadikan kita sadar dalam melaksanakan apapun, termasuk memposting status. Memposting sebuah status yang sama, tetapi berbeda niatnya, maka dampak yang ditimbulkannya berbeda pula. Akhirnya dengan adanya kesadaran tersebut maka sesuatu yang amat sangat sederhana bisa menjadi bernilai ibadah dihadapan Allah subhanahu wata'ala.

Sudah, mau nulis ini saja, mari istirahat sahabat-sahabatku.

Salam,
Agus Tri Yuniawan



Sumber Gambar: Tribun News