Sesederhana Itu
Saat itu, kamu begitu panik, begitu heboh. Energi terkuras, air mata terkucur, dan hari-hari terasa berat. Masalah itu berhasil kamu lewati, tentu saja. Tapi yang menarik adalah gumaman yang muncul di hatimu saat menengoknya kembali dari masa sekarang:
"Lho, sebenarnya masalah yang dulu itu sesederhana ini, ya? Kok aku bisa sampai segitunya, ya?"
Ini relate dengan pengalaman hidup banyak orang. Sebuah tanda bahwa kamu bertumbuh. Dulu, saat menghadapi sebuah masalah, cara pandangmu mungkin masih sempit. Kamu melihatnya sebagai sebuah tembok raksasa yang mustahil untuk dipanjat. Tapi seiring waktu, sesuatu berubah. Bukan masalahnya yang mengecil, tapi cara pandangmu yang meluas.
Perubahan ini terjadi bukan sulap bukan sihir, melainkan karena ilmu. Bukan ilmu yang melulu kamu dapat dari bangku sekolah, tapi ilmu yang kamu peras dari pengalaman-pengalaman hidup. Setiap kali kamu jatuh, setiap kali kamu berhasil bangkit, setiap kali kamu membuat kesalahan, kamu sedang mengumpulkan data. Saat kamu merenungkan data-data itu, lahirlah ilmu baru. Ilmu inilah yang kemudian menjelma menjadi sebuah kebijaksanaan.
Kebijaksanaan inilah yang membuat "peta" di dalam kepalamu menjadi semakin luas. Kamu bisa melihat gambaran yang lebih besar (big picture). Kamu jadi lebih paham mana masalah yang benar-benar penting dan mana yang hanya "drama" sementara. Respons-mu pun menjadi lebih efisien, tidak lagi reaktif dan heboh, melainkan lebih tenang dan terukur. Kamu akhirnya sampai pada sebuah kesadaran penting yang sering diulang-ulang oleh para filsuf: yang terpenting bukanlah apa yang menimpamu, melainkan bagaimana caramu meresponsnya.
Lalu, adakah cara untuk mempercepat proses pendewasaan ini? Adakah "oleh-oleh" yang bisa kamu praktikkan agar tidak perlu menunggu bertahun-tahun untuk bisa memandang masalah dengan lebih sederhana?
Mungkin ada satu latihan mental yang bisa kita coba.
Setiap kali kamu merasa "heboh" dan duniamu seolah mau kiamat karena sebuah masalah, coba pejamkan matamu sejenak. Ambil jarak. Lalu, ajukan satu pertanyaan sederhana pada dirimu sendiri:
"Lima tahun dari sekarang, apakah masalah ini masih akan terasa sepenting ini?"
Seringkali, jawabannya adalah "tidak". Pertanyaan itu bekerja seperti mesin waktu yang meminjamkan "kacamata kebijaksanaan" dari dirimu di masa depan. Seketika, masalah yang tadinya terlihat seperti tembok raksasa, kini mungkin hanya tampak seperti sebuah kerikil kecil di jalanan yang hanya perlu kamu langkahi untuk terus berjalan.
Selamat bertumbuh.
Salam,
Agus Tri Yuniawan