Mesin Baja dan Kunang-kunang
Tapi malam juga milik mereka yang besar, berat, dan dingin. Mesin-mesin baja tanpa perasaan, yang melintas dengan deru yang memekakkan, tak peduli pada apa pun yang ada di jalannya.
Dan di satu malam yang akan selamanya terukir dalam ingatan, dua dunia itu bertabrakan.
Satu cahaya kecil padam di bawah lintasannya yang kejam. Bukan hanya padam, tapi remuk. Dan mesin baja itu, sesuai dengan sifat dasarnya, terus melaju. Ia tidak merasa, ia tidak melihat, ia tidak peduli. Karena ia adalah mesin, dan di matanya, kerlip cahaya kunang-kunang tak lebih dari sekadar debu di jalanan.
Sobat, inilah duka yang paling dalam itu. Bukan sekadar duka atas satu nyawa yang hilang. Tapi duka atas kemanusiaan yang telah lenyap, yang telah berubah menjadi baja yang dingin dan buta. Duka saat menyadari bahwa di mata yang besar, yang kecil itu tak terlihat.
Namun, sesuatu yang ajaib terjadi. Saat satu cahaya padam, ribuan cahaya lain datang mengerubungi. Kunang-kunang dari seluruh penjuru kota datang beriring-iringan, kerlip cahaya mereka yang biasanya hangat kini berkedip dalam irama duka dan amarah yang tertahan. Mereka mengepung mesin baja yang dingin itu, bukan untuk menyerang, tapi untuk menunjukkan bahwa cahaya yang padam itu tidak sendirian. Bahwa setiap satu kedipan kecil itu berharga.
Setelah cahaya seekor kunang-kunang padam di bawah lintasannya, deru mesin baja itu akhirnya berhenti. Pintu palka terbuka, dan sang masinis turun dari ruang kendalinya yang tinggi. Ia menunduk, menatap kerumunan kunang-kunang lain yang berkerlip dalam duka. Bahkan mungkin, di bawah cahaya remang, tampak matanya ikut berkaca-kaca, menunjukkan sesal yang terlihat.
Namun, para kunang-kunang yang berduka itu tahu. Jeda ini hanya sesaat. Keheningan ini hanya sementara.
Esok atau lusa, setelah oli baru diisikan dan badan mesin kembali dibersihkan dari noda, mesin itu akan kembali berjalan. Mungkin akan lebih hati-hati untuk beberapa waktu ke depan, tapi ia tetaplah sebuah mesin baja yang dingin dan tanpa perasaan. Dan para kunang-kunang, dengan ingatan akan tragedi ini, akan terus terbang dengan lebih waspada.
Mereka akan terus membawa cahayanya sendiri, meski kini mereka sadar, malam tak hanya diisi oleh harapan, tapi juga oleh bayangan mesin-mesin raksasa yang lupa caranya menjadi manusia.
@>-->--
Credit Photo: Bahyudin