Surat Terbuka untuk Para Kolektor Seremoni
Kami, bawahan Anda, seringkali merasa seperti pelukis. Kami mencurahkan waktu berbulan-bulan, menuangkan ide, keringat, dan jam lembur untuk melahirkan sebuah mahakarya. Sebuah program inovasi, sebuah terobosan, sebuah bangunan baru—sesuatu yang Anda katakan sangat penting untuk kemajuan bersama.
Lalu tibalah hari-H. Hari peluncuran. Ini adalah panggung Anda.
Anda mengundang semua tamu penting. Anda berdiri di depan, lampu sorot menyorot wajah Anda, bukan karya kami. Anda berpidato dengan penuh gairah tentang visi dan masa depan. Puncaknya, Anda menggunting pita atau meletakkan batu pertama. Semua orang bertepuk tangan. Kilatan kamera menyilaukan. Anda bangga, dan kami pun (awalnya) ikut bangga.
Tapi setelah pesta usai, lampu padam, dan para tamu penting pulang, sesuatu terjadi. Atau lebih tepatnya, tidak ada yang terjadi.
Mahakarya kami, program yang katanya terobosan itu, Anda gantung di lorong belakang yang gelap. Tak pernah lagi Anda tanyakan. Tak pernah lagi Anda tengok. Bagaimana perkembangannya? Ada kendala nggak di lapangan? Anda tidak peduli.
Kami pun akhirnya sadar. Kami mengerti bahwa Anda melakukan ini bukan karena lupa. Bukan juga karena Anda terlalu sibuk dengan urusan lain. Anda melakukannya dengan sengaja.
Karena bagi Anda, "pekerjaan" itu memang sudah selesai. Pekerjaan Anda, di mata Anda, adalah seremoninya. Pertunjukannya. Menggunting pita itu adalah "tanda centang" di daftar prestasi Anda. Anda tidak pernah benar-benar peduli pada lukisannya; Anda hanya peduli pada momen pesta peresmian lukisan itu. Bagi Anda yang penting adalah foto, kemudian diposting, mendapat like, dan Anda merasa puas karena mendapat validasi.
Lalu, bagaimana dengan kami, para pelukisnya? Kami yang kini harus merawat lukisan berharga ini sendirian di lorong yang gelap, tanpa apresiasi, tanpa dukungan?
Kami menjadi apatis. Kami menjadi jenuh. Dalam hati kami bergumam, "Ah, sudahlah. Pimpinan saja tidak peduli. Buat apa kami sepenuh hati?"
Lain kali, saat Anda meminta kami melukis lagi, kami tidak akan melukis dengan jiwa kami. Kami akan melukis secukupnya saja, asal terlihat bagus saat difoto untuk pesta peresmian Anda berikutnya. Tanpa Anda sadari, Anda telah membunuh motivasi dan inovasi itu sendiri, justru dengan seremoni Anda.
Maka, surat ini untuk Anda. Sebuah ajakan tulus.
Tolong, berhentilah menjadi "Kolektor" yang hanya memburu kemeriahan pesta dan mengumpulkan plakat nama.
Mulailah menjadi "Kurator".
Seorang kurator tidak hanya memajang lukisan. Ia merawatnya. Ia memastikan lukisan itu tergantung di tempat yang terang. Ia membersihkannya dari debu. Ia menceritakan kisah di baliknya kepada setiap pengunjung, setiap hari.
Jangan hanya tanyakan "Kapan peluncurannya?", tapi tanyakanlah "Bagaimana perkembangannya?". Karena sebuah inovasi baru bernilai saat ia berjalan dan dirasakan manfaatnya, bukan saat ia diresmikan dengan tepuk tangan.
Salam,
Agus Tri Yuniawan
