Nikmatnya Sebuah Jeda
Namun, tanganku sedang memegang kemudi. Pikiranku sadar, menggaruk sambil berkendara bisa mengganggu konsentrasi, meskipun hanya sesaat. Di sinilah sebuah pertarungan batin dimulai, sebuah konflik melawan diri sendiri.
Akhirnya, aku memutuskan untuk menahannya sejenak. Dan di dalam penahanan singkat itulah, sebuah ruang hening tercipta. Aku menyebutnya "Ruang Jeda".
Di dalam "Ruang Jeda" itu, aku bisa berdialog dengan diriku sendiri: "Oke, ini gatal, tapi tidak darurat. Tidak menggaruknya sekarang tidak akan membahayakanku. Menahan sebentar lebih baik daripada mengambil risiko di jalan. Nanti saat sudah berhenti, aku bisa menggaruknya sepuasnya, dan pasti rasanya akan jauh lebih nikmat."
Pikiran sadar itulah yang menjadi pemenang. Dan benar saja, saat tiba di tempat tujuan dan aku menuntaskan rasa gatal itu, kenikmatannya terasa berkali-kali lipat.
Pengalaman sederhana ini membawaku pada sebuah perenungan yang lebih luas. Betapa seringnya dalam hidup, kita lupa memanfaatkan "Ruang Jeda". Kita begitu terbiasa dengan kepuasan instan, sehingga kita kehilangan kebijaksanaan untuk menahan sejenak, sebuah tindakan yang justru bisa melipatgandakan kenikmatan atau menghindarkan kita dari penyesalan. Prinsip ini berlaku universal di banyak ranah kehidupan.
Dalam hubungan antar manusia, "Ruang Jeda" adalah kemewahan. Saat kita menerima pesan yang memancing amarah, ada "gatal" yang luar biasa untuk segera membalas dengan kata-kata yang tak kalah pedas. Tapi jika kita berhasil masuk ke "Ruang Jeda", menarik napas, meletakkan ponsel sejenak, kita memberi waktu bagi akal sehat untuk mengambil alih. Kenikmatan yang didapat nantinya bukanlah kepuasan sesaat karena berhasil meluapkan emosi, melainkan kelegaan karena berhasil menyelamatkan sebuah hubungan.
Dalam urusan keuangan, "gatal" itu muncul dalam bentuk notifikasi diskon atau godaan barang baru. Sifat impulsif kita berteriak untuk "check out sekarang juga!". Namun, "Ruang Jeda" mengajak kita bertanya: "Apakah aku benar-benar butuh ini? Bagaimana dengan tujuan jangka panjangku?" Kenikmatan menahan "gatal" konsumtif ini akan terbayar lunas dengan rasa aman dan tercapainya mimpi yang lebih besar di masa depan.
Bahkan dalam pengembangan diri, saat rasa malas dan godaan untuk scrolling media sosial terasa begitu "gatal", "Ruang Jeda" adalah tempat kita mengingat kembali komitmen kita. Menahan godaan itu memang tidak nyaman, tapi nikmatnya saat kita berhasil menyelesaikan sebuah pekerjaan atau menguasai sebuah keahlian baru jauh melampaui kepuasan semu dari distraksi sesaat.
Pada akhirnya, musuh utama kita bukanlah rasa gatal itu sendiri, bukan keinginan, bukan amarah, bukan pula rasa malas. Musuh utamanya adalah reaksi instan kita terhadapnya.
"Ruang Jeda" adalah superpower kita. Sebuah ruang hening di antara datangnya stimulus dan lahirnya sebuah respons. Di sanalah kita bisa memilih dengan sadar, bukan hanya bereaksi secara buta. Mari kita lebih sering mengunjungi "ruang" itu, sobat.
Salam,
Agus Tri Yuniawan