Sebagian Orang Pintar Emang Kayak Gitu, Ya?

Catatan ini muncul dari cerita dua orang temanku. Sebagai tukang dengar, aku menyimak cerita mereka, dan ada kemiripan. Oke langsung saja akan kusampaikan.

Dalam praktik keseharian, ada orang-orang yang diberikan Tuhan kepandaian diatas rata-rata. Ia bisa menyelesaikan beragam persoalan yang orang lain tidak bisa melakukannya. Untuk memudahkan maksud tulisan ini, aku sampaikan dalam bentuk ilustrasi ya.

Sebut saja orang pintar itu adalah Karjo. Di tempat kerjanya, ia menyaksikan beberapa temannya belum benar dalam menyelesaikan pekerjaannya. Namun demikian, yang Karjo lakukan adalah "ah, biarin, paling dimarahi atasan nanti. ehehe". 

Situasi yang kedua adalah, pada kesempatan lain Karjo menyaksikan temannya bingung menyelesaikan pekerjaan. Ditengah kebingungan temannya itu, ia cuma "menunggu dimintai tolong". Kalau tidak dimintai tolong ya udah, "selamat berbingung-bingung ria", haha. Kira-kira seperti itu.

Nah, pada situasi pertama tadi, sebenarnya Karjo bisa lho mencegah supaya temannya tidak sampai meneruskan kesalahan yang pada akhirnya dimarahi atasan. Ia bisa saja mencolek temannya itu dan mengatakan, "eh, tidak begini, tapi begini lho yang benar". Ia bisa memberikan koreksi atas kesalahan temannya. Tidak harus nunggu sampai dimarahi dan baru bilang "Nah, kejadian kan, udah dibilangin kok", Lah kapan bilangnya? diem-diem bae. 

Demikian halnya dengan situasi yang kedua. Karjo bisa saja mendekat dan membantu. "Eh, dibantu apa?". Namun karena "rasa superior"-nya, karena ia "merasa pintar", maka inginnya orang yang datang, bukan dia yang mendekat, "Emang yang butuh siapa?", gitu. 

Padahal mungkin teman yang bingung itu tidak mendekat karena tidak kepikiran, saking bingungnya. Orang bingung itu kadang gak bisa melihat yang dekat lho, pikirannya malah travelling jauh. Nah, semestinya menyadari yang demikian ini Karjo bisa hadir, menjadi sang pencerah, wkwk, tetapi tidak dilakukannya.

Ending dari cerita ini adalah aku sadar bahwa terdapat unsur dalam diri manusia itu ingin dihargai, dianggap, dan apapun itu persamaannya. Yang membedakan kadarnya saja. Selain itu juga tentang kebijaksanaan. Setiap orang memiliki proporsi masing-masing. 

Bagus akademiknya tetapi sosialnya perlu ditingkatkan. Atitude-nya baik tetapi keterampilan kerjanya perlu dilatih. Pinternya banget, tetapi sabarnya perlu terus dipoles. dsb

Maka sebagai "pengelola" kehidupan di bumi, manusia perlu saling melengkapi. Dan, kekurangan pada satu orang tidak bisa digeneralisir untuk yang lainnya. Makanya judul catatan ini pakai kata "sebagian"., itu pun dengan tanda tanya. Adakah sudut pandang lain, Lur? hehehe

Salam,
Agus Tri Yuniawan