Adab Dulu, Baru Ilmu

Bismillah. Teman-teman pernah mendengar suatu nasehat untuk mendahulukan adab/akhlak dibandingkan dengan mengejar ilmu? Melalui pengajian, artikel, ceramah di media banyak dijelaskan tentang hal tersebut. Jika teman-teman tertarik maka bisa browsing sendiri di internet. Intinya, adab/akhlak lebih diprioritaskan daripada tingginya ilmu.

Korelasinya dengan situasi sekarang, tidak sedikit orang-orang yang pintar, atau dianggap pintar, tetapi di media menunjukkan adab yang tidak biasa. Misal: mengumpat, berakting yang aneh, dsb, meskipun kita tidak tahu persis apa motivasinya. Akhirnya netizen ada yang berkata, "pintar tapi akhlaknya jelek buat apa?!". Demikian juga dengan sebagian orang yang dianggap sholeh, alim, tetapi kadang-kadang suka sinis, menghina, misuhi orang lain, akhirnya yang mendengarkan akan menjauh sekalipun yang disampaikan adalah ayat-ayat suci.

Memang, hati cenderung pada akhlak yang baik. Orang lebih tertarik kepada kesopanan, kelemahlembutan, kesabaran, dsb, dibandingkan dengan yang sebaliknya. Maka tak jarang, ada tokoh masyarakat yang sebenarnya tidak begitu pandai, tetapi akhlaknya baik, maka ia mendapat simpati dari warganya. Demikian juga dalam hal dakwah. Ada banyak da'i yang lebih tinggi ilmunya, tetapi da'i tertentu mendapatkan pengikut yang lebih banyak dikarenakan penyampaian yang santun dan menyenangkan.

Dengan menggunakan perbandingan terbalik, maka dalam kegiatan yang tidak baik juga demikian. Penulis pernah mendapat pesan wa, isinya adalah tentang seseorang yang ditegur ketika melakukan kesalahan kecil di tempat ibadah. Ia kecewa dengan orang yang menegur tersebut, karena penyampaiannya tidak nyaman dirasakan. Akhirnya orang tersebut menjadi enggan datang ke tempat ibadah. Selanjutnya ia datang ke diskotik. Ia tak sengaja menumpahkan minuman yang dibawa oleh pramusaji. Namun justru pramusaji tersebut reflek membersihkan minuman sambil meminta maaf berkali-kali. Melihat perlakuan yang demikian, maka orang tersebut menjadi lebih nyaman mengunjungi diskotik. Pun demikian dalam dunia kriminal lainnya. Ada orang-orang yang masuk kedalamnya karena diajak oleh seseorang yang dianggap memiliki 'akhlak' yang baik. Orang yang mengajak tersebut suka membantu, perhatian, tidak pelit, setia kawan, dsb. Akhirnya mereka lebih simpati sehingga bergabung dengannya.

Maka kesimpulannya adalah selama orang masih sehat, maka ia akan condong kepada akhlak yang baik. Jika perbuatan baik tidak diiringi dengan akhlak yang baik, maka jiwa akan mencari pancaran akhlak yang baik sekalipun yang menyampaikan adalah pelaku kejahatan. Orang tidak peduli dengan pesan kebaikan bukan karena pesan kebaikan itu sendiri, tetapi tidak nyaman dengan adab penyampaiannya. Adab/akhlak adalah hal utama yang orang perhatikan. Saking utamanya, banyak sekali pengalaman menunjukkan orang-orang yang tidak terlalu pinter, tidak terlalu kaya, bahkan dianggap hina, tetapi menjadi dimuliakan karena memiliki akhlak yang baik. Mungkin pertimbangan ini kali ya, nilai TKP diprioritaskan dalam penghitungan peringkat pada momen CPNS 2019 ini :)

Salam,
Agus Tri Yuniawan



Sumber gambar: clipartart[dot]com