Kesalehan Sosial

Bismillah, Alhamdulillah. Semoga kalian sehat selalu, sahabat, sedulur semuanya. Kutuliskan coretan singkat semoga menjadi ingatan untuk diriku khususnya, dan jika ada manfaatnya semoga bisa diambil oleh kalian.

Manusia menjalani kehidupan tentu ada visi dan misi. Secara mudahnya, visi adalah sesuatu yang hendak dituju, sedangkan misi adalah hal-hal yang dilakukan guna mewujudkan visi tersebut. Titik final tujuan manusia adalah berjumpa dengan Tuhannya. Ibarat pepatah, seribu jalan menuju Roma, maka dalam upaya menuju Tuhan, manusia melaksanakan berbagai macam misi/usaha/ikhtiar. Usaha tersebut berupa amal saleh, baik kesalehan pribadi melalui shalat, dzikir, puasa, dsb, maupun kesalehan sosial seperti sedekah, meringankan beban orang lain, dsb.

Terkait dengan judul, aku banyak mendengar dari pengajian, ada orang-orang yang diceritakan masuk surga bukan karena hajinya, bukan karena puasanya, tetapi karena sikapnya terhadap sesama. Kuingat ada ulama yang masuk surga karena membiarkan lalat minum tinta pena sampai puas, kuingat pula ada seorang pelacur yang diampuni karena memberi minum anjing, aku juga mengingat kisah tiga orang yang terjebak di gua, dan mereka mendapatkan jalan lantaran kebaikan yang telah mereka lakukan terhadap orang lain.

Hal ini menunjukkan bahwa ukuran baik seseorang itu tentang cara ia memperlakukan sesama. Tidak hanya sesama manusia saja, bahkan sesama makhluk lainnya. Bobot nilai kesalehan sosial seringkali lebih berat daripada ibadah pribadi yang dilakukan seseorang.

Demikian juga mekanisme hukuman yang Tuhan sediakan. Selain syirik, kesalahan terhadap Tuhan mudah untuk diampuni, karena Ia memang Mahapengampun. Tetapi jika yang terjadi adalah kesalahan terhadap orang, maka hal tersebut memerlukan ridho orang yang dimaksud dan barulah urusannya selesai. Padahal aku tahu ridho makhluk itu sulit kita pastikan kesediaannya. Seorang polisi lalu lintas tidak mungkin mempermasalahkan helem, spion, kendaraan yang tidak standar, manakala dipakai di jalanan kampung. Karena polisi tahu misalnya pengendara itu jatuh, paling yang benjol si pengendara itu sendiri. Lain halnya jika di jalan raya, polisi pasti tegas karena itu membahayakan pengendara lainnya.

Agama pun memberikan parameter bahwa sebaik-baik manusia adalah yang banyak manfaatnya terhadap sesamanya. Bahkan orang baru disebut muslim yang baik bukan karena baik puasanya, baik bacaan qurannya, rajin ngajinya, bukan, tetapi diakui sebagai muslim yang baik ketika ia mampu menjaga lisan dan tangannya agar tidak menyakiti orang lain.

Inilah yang menjadi alasan besarnya nilai kesalehan sosial dihadapan Tuhan, karena sebanding pula dengan dampak yang ditimbulkan. 

Maka dengan perbandingan terbalik, aku dapat menilai apakah aku sudah baik atau belum adalah dari kesalehan sosial yang kulakukan. Ketika aku punya kemampuan, apakah aku cenderung membantu kesulitan orang ataukah memilih untuk cuek saja? Apakah aku lebih suka menutupi kesalahan orang, atau justru mengobralnya? Apakah aku sering menghindari kerja bakti, gotong royong, dengan alasan ngaji dan sebagainya? Hal ini menjadi catatan bagiku, semoga dengan adanya pengetahuan, maka membaik pula diriku dalam hal sosial.


Salam,
Agus Tri Yuniawan