Islam Agama Yang Kaffah

Pernah dengar komentar seperti ini, "ustadz kok kasar gitu, padahal Islam mengajarkan kelemahlembutan.", ada pula yang mengatakan "ustadz klemak-klemek, nggak tegas sama sekali". Bukan hanya ustadz, tetapi orang pada umumnya. Hanya saja karena kita berbicara tentang agama, maka kita mengangkat orang-orang yang berada pada bidangnya.

Islam adalah agama yang kaffah alias komplit. Mulai urusan cebok, seks, hingga kepemimpinan, baik soal adab maupun ilmu semua ada pada Islam. Baik, kembali lagi kepada individu pemeluk Islam. Orang-orang yang suka dengan ustadz yang sopan, lemah lembut, dsb, mereka terkadang membully ustadz yang keras, jarang senyum, dsb. Demikian pula sebaliknya. Akhirnya muncul istilah Islam garis keras, Islam garis lunak, bahkan orang-orang yang gemes dengan keduanya membuat wadah Islam garis lucu.

Maka kita perlu kembali kepada kondisi Islam yang mendasar, bahwa Islam ini kaffah, lengkap. Dahulu, sosok Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat yang lemah lembut, sopan, penuh empati. Padahal ketika itu orang-orang yang memusuhi Nabi adalah preman-preman ganas. Mereka tidak bisa dihadapi dengan orang-orang yang sopan dan lemah lembut. Maka singkat cerita Nabi berdoa supaya Islam memiliki tokoh yang semisal. Umar bin Khathab adalah orang yang tepat. Ia adalah preman yang disegani. Tak sampai sepekan, doa beliau dikabulkan. Dengan adanya Umar, maka Nabi melakukan dakwah secara terang-terangan. Bersama para sahabat, nabi lebih kuat menghadapi para musuh.

Maka tulisan ini bertujuan agar kita fair dalam beragama. Beragamnya karakteristik manusia adalah karunia dari Tuhan Yang Mahakuasa. Ada orang-orang yang polos yang dapat diingatkan oleh sesama orang yang polos., tetapi ada juga orang-orang keras yang hanya dapat dihadapi oleh orang yang keras juga. Dengan demikian, ada kebaikan-kebaikan yang hanya dapat diwakili oleh orang tertentu.

Ayat-ayat yang keras ya ada, ayat-ayat yang lunak juga ada, karena Islam selain memberi peringatan juga memberi kabar gembira, semua ada dalam Islam. Sehingga dengan memahami ini, maka orang akan saling menghormati. Sesama ustadz, kiai bahkan ulama, yang memahami agama secara utuh maka mereka adem ayem, saling menghormati, meskipun berbeda pandangan, dan yang rame biasanya adalah netizen, hehehehe...

Akhirnya, dengan memahami ini, maka kita dapat beragama secara proporsional. Kita lebih obyektif dalam melihat suatu permasalahan dan harapannya kita memiliki hati yang selamat (qolbun salim). Dengan qolbun salim, maka kita memandang orang lain, melihat perbedaan, menyaksikan keberagaman dengan pandangan yang luas. Alhamdulillah


Salam,
Agus Tri Yuniawan