Orang Baik Sering Tersakiti?

Beberapa kesempatan yang lalu, penulis mendapatkan broadcast video whatsapp yang diperankan oleh beberapa anak kecil yang menjelaskan tentang sebab orang baik sering tersakiti, sering tertipu, sering meneteskan air mata, dll. Tulisan ini dibuat untuk mengurai konten tersebut sehingga diperoleh sudut pandang yang semakin luas.

Pengalaman kehidupan memang membuktikan ada beberapa orang yang dianggap baik tetapi justru sering dimanfaatkan orang lain untuk keuntungan pribadi. Hal inilah yang membuat orang menarik kesimpulan bahwa orang baik itu tersakiti, sering ditipu, sedih, dan hal kurang baik lainnya. Namun demikian, jika kita melihat lebih jauh pada rentang waktu dari momen tersakiti sampai beberapa masa sesudahnya, ternyata rasa sakit, tumpahan air mata, dan semua beban tersebut bermetamorfosis menjadi sesuatu yang lebih indah. Orang tersebut menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, lebih smart, lebih sejahtera, dan lain sebagainya.

Hal tersebut membuktikan bahwa setiap hal yang dialami dalam setiap episode kehidupan merupakan "training" dari Sang Pencipta. Jika setiap kesakitan, dan setiap hal yang dianggap sebagai suatu "ketidakadilan" tersebut dipahami sebagai akibat menjadi orang baik, maka selanjutnya sangat mungkin tidak ada orang yang mau menjadi orang baik. Dengan demikian, segala kesakitan, pengalaman tertipu, seringnya mata menangis, itu adalah rahmat dari Allah Subhanahu Wata'ala. Karena kita juga yakin, tidak hanya orang baik, orang yang tidak baik pun juga bisa tersakiti, juga merasakan ditipu orang lain, pun juga merasakan menangis, dllsb. Maka menjadi orang baik ataupun tidak baik adalah suatu pilihan.

Akhirnya, yang perlu kita lakukan adalah bersyukur sebanyak-banyaknya. Orang yang baik cenderung dipertemukan dengan yang baik juga. Dan orang yang tidak baik pun cenderung bertemu orang yang serupa. Status orang baik dan tidak baik itu pun pada hakikatnya bukan hak kita untuk memberi label. Manusia hanya mengira-ira, hingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa yang baik adalah menurut ukuran Allah subahanahu wata'ala. Inna akromakum 'indallahi atqakum, demikian bahasa firman-Nya.

Sudah, nggeh. Bisa disimpulkan sendiri hasil pembahasan kali ini. Dan yang paling terakhir tulisan ini, mengajak kita semua mengoneksikan segala hal kebaikan kepada Allah Yang Mahabaik. Kita dapat berbuat baik bukan karena semata kemampuan kita, tetapi karena hidayah dari-Nya. Dengan demikian, menjadikan kita semua tidak 'ge-er', tidak besar kepala, dan tidak ke-'pede'-an bahwa kita adalah orang yang benar-benar baik. Kita hanyalah orang yang terus berusaha, terus berproses menjadi orang yang baik, dan dengan itu pula kita menebarkan kebaikan-kebaikan disekitar kita, dari lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Alhamdulillah.

Salam,
Agus Tri Yuniawan