Hidayah Dalam Kehidupan

Kapal memerlukan kompas, pesawat membutuhkan navigasi, abang gojek pun bergantung pada google maps. Itu semua adalah penunjuk arah agar armada dapat melaju ke tujuan yang tepat. 

Manusia dalam hidup sejatinya sedang menjalani perjalanan. Tujuan perjalanan tersebut adalah Sang Mahakuasa. Seperti halnya ombak, badai, turbulensi, jalan berlubang dan sebagainya, tantangan dalam hidup pun terjadi selama perjalanan manusia. Untuk menghadapinya diperlukan petunjuk yang bernama hidayah. Tulisan ini melanjutkan tulisan terdahulu yang berjudul Memaknai Hidayah.

Hidayah diperlukan karena manusia tak mampu berjuang sendirian. Ketika mengandalkan kekuatan diri, maka kepayahan demi kepayahan kian menghadang. Sebagai ilustrasi penulis mengambil satu sampel teman yang punya pengalaman berhenti merokok. Ia melawan keinginan merokok sekuat tenaga. Badan terasa lemes, mulut kecut kalau tidak merokok, akhirnya kembali lagi merokok. 

Namun suatu ketika terjadi fenomena yang dalam istilah psikologi bernama autoregulasi. Rasa rokok yang dihisabnya menjadi hambar, dan rokok tidak enak baginya. Sedari itu ia dapat berhenti merokok. Inilah bentuk hidayah dari Allah.

Maka, berapa banyak orang yang tahu bahwa olahraga itu menyehatkan, namun ia baru menjalankannya justru setelah diberikan sakit? Berapa banyak pejabat yang tahu kalau tidak jujur itu salah, namun ia benar-benar sadar ketika sudah tertangkap petugas? Berapa banyak manusia yang tahu bahwa menyembah Allah adalah kebenaran sejati, tetapi baru menemukan keyakinan seyakin-yakinnya ketika ketika kebenaran benar-benar divisualkan dihadapannya, sementara ketika itu mulut sudah tersumpal tanah? 

Maka hidayah senantiasa manusia perlukan. Sehari lima kali dalam ibadah kita meminta, ihdinasshiratal mustaqiim, tunjukilah kami jalan yang lurus. Kepada Pemilik Alam kita meminta, hidayah yang menunjukkan jalan kepadaNya, jalan-jalan kemuliaan disini dan disana, karena itulah kenikmatan menuju ke "pangkuan"-Nya.

Hidayah, bagaimanapun bentuknya, ada di sekitar kita, sebagaimana tulisan ini.

Isi tulisan ini pun sejatinya sudah dipahami kebanyakan orang. Namun untuk menuangkannya dalam bentuk kalimat, paragraf, dan akhirnya terposting di media, ini pun merupakan bentuk hidayah dari Allah.

Selamat menjemput hidayah-hidayah dari-Nya, dan mari menjadi hamba-Nya yang banyak bersyukur. Alhamdulillah.

Salam, 
Agus Tri Yuniawan