Shalat Jangan Jadi Problem

Waktu telah menunjukkan pukul 14.40 WIB, telah masuk waktu shalat ashar untuk DIY dan sekitarnya. 

"Allahuakbar...allahuakbar...", terdengar adzan dari masjid kampung.
"Yaah, sudah adzan lagi, kerjaan belum kelar, nanggung." Celoteh si anak muda.
Teman-teman, pernah nggak mengalami situasi sebagaimana anak muda tersebut?

Shalat merupakan ibadah. Sedangkan kesempurnaan ibadah dimulai dengan niat yang ikhlas, tanpa beban, bebas dari kepentingan-kepentingan. Maka tulisan ini bertujuan melengkapi sudut pandang kita semua terhadap shalat. Tulisan ini juga terinspirasi dari teman ketika dulu kuliah, setiap adzan berkumandang, ia mohon ijin dan meninggalkan ruang kelas. Penulis masih berusaha mencari titik yang tepat untuk memulai tulisan ini, tapi yang jelas setelah membaca tulisan ini, kita akan merasa lebih nyaman menjalankan shalat, dan shalat bukanlah penghalang setiap aktifitas keseharian kita.

Agama Islam memberikan kemudahan bagi pemeluknya dalam menjalankan setiap peribadahan. Islam sangat memahami psikologis manusia, sehingga banyak alternatif kemudahan yang disediakan untuknya. Keutamaan shalat adalah dilaksanakan pada awal waktu. Masjid adalah tempat yang utama untuk melaksanakan yang fardhu. Namun adakalanya memang bagi sebagian orang, ketika telah masuk waktu shalat, mereka masih di jalan, naik kendaraan umum, masih di proyek, masih di sawah dengan pakaian khas persawahan yang akrab dengan lumpur, aroma rumput, dan keringat, dan masih banyak situasi lainnya.

Menyaksikan situasi yang demikian, seharusnya kita tidak perlu mengeluh ketika waktu shalat telah tiba. Masih ada rentang waktu yang tersedia. Maka, tanggapan kita adalah:

"Alhamdulillah, sudah masuk waktu shalat. Aku shalat ketika bis ini sudah berhenti nanti disana.", "Alhamdulillah sudah masuk waktu shalat, kita habiskan dulu sisa labur ini, lalu kita turun, nanti kita ngecor lagi.", "Alhamdulillah sudah masuk waktu shalat. Kita selesaikan sisa soal ujian ini, lalu kita shalat bareng-bareng." dll

Pada pekerjaan-pekerjaan yang memang memerlukan diselesaikan pada satu waktu, maka menyelesaikan terlebih dahulu adalah hal yang baik. Nabi saja memberi teladan bahwa ketika kita sedang pada momen makan bersama, dan hidangan telah disediakan, maka menyantapnya terlebih dahulu adalah prioritas, sekalipun telah masuk waktu shalat. Shalat di awal waktu itu bagus, tapi jika dengan demikian menjadikan soal ujian banyak yang belum dikerjakan, maka hal ini dapat berpotensi  membuat orang berpikiran bahwa shalat adalah problem.

Tulisan ini bukan berarti mengajak untuk menunda-nunda shalat, bukan. Tapi agar kita lebih arif dalam menyikapi hal ibadah yang satu ini. Tingkat keimanan diantara kita tidaklah sama. Sudah mau melaksanakan shalat adalah hal yang luar biasa. Penulis pernah sharing dengan seorang teman yang shalatnya "libur" sekian lamanya. Hal ini salah satunya dikarenakan kesalahan dalam dakwah yang diterimanya, disamping memang karena rasa malas juga. Penulis lalu menyampaikan, "Yasudah, sampeyan tidak perlu memikirkan omongannya orang. Yang penting sampeyan shalat. Jika tidak dimasjid, shalat dirumah juga tidak apa-apa, yang penting shalat".

Intinya, shalat merupakan kesempatan, kebutuhan, momen untuk sujud. Hal ini perlu dijalani dengan gembira. Shalat bukanlah penghalang pekerjaan. Tidak bisa dijalani pada saat ini ya dikerjakan nanti kalau sudah kondusif, waktunya masih ada. Adanya jamak, qashar, dll, itu menunjukkan banyaknya kemudahan dalam shalat. Tapi intinya yang penting shalat. Malu jika dikatakan "tumben shalat? tumben ke masjid?", ndak apa-apa, shalat dirumah dulu, yang penting shalat. Khawatir dibully "Cie, anak alim, dah tobat ya?" abaikan saja, cari tempat tersembunyi, yang jauh dari mereka untuk melaksanakan shalat. Kalau perlu cari masjid yang agak jauh, yang jamaahnya nggak ada yang kenal sama kamu, ikut saja shalat disana, yang penting shalat.

"Aku belum hafal bacaan shalat, aku belum tahu gerakan shalat yang benar?" Tidak masalah, yang penting shalat. Karena bagaimanapun, meski bacaanmu belum benar, tapi shalatmu pasti benar. Shalat tetap ditujukan pada Allah. "Aku banyak salah, banyak dosa?" Justru dengan shalat membuka kebaikan-kebaikan, dan sujudmu pasti benar, karena sujudmu ditujukan hanya untuk Allah, bukan pada yang lain. Dan Dia adalah Rabb yang Maha Pengasih dan Penyayang. Malah jika ada yang berpikiran mau shalat nanti jika sudah baik, shalat nanti jika sudah pantas, justru itu adalah pikiran yang salah yang sumbernya dari setan. 

Bagaimanapun, shalat adalah suatu kebenaran. Hal ini bukanlah problem bagi siapapun. Imam Ghazali pernah berkata, Jikalau memang seorang manusia sedang galau, segalau-galaunya, setres, sejadi-jadinya, hendaknya ia tetap bersyukur karena masih diberi hidup. Karena jutaan orang yang sudah mati, yang dikubur di makam, senantiasa punya keinginan untuk hidup lagi barang sejenak hanya untuk sujud dan menyembah kepada Allah.

Maka dalam situasi apapun, kondisi bagaimanapun, shalat adalah kebahagiaan, bukan sebagai problem. Mari kita semakin "pdkt" dengan hal ini, kita bangun cinta dengan ibadah yang satu ini, dengan cara dan pengalaman kita masing-masing.

Sampai jumpa,

Salam,
Agus Tri Yuniawan