Hasad dan Upaya Menjaga Keutuhan NKRI (Bagian II)
Nabi bersabda, isinya antara lain: ketika ada makanan dihidangkan, jika kalian suka maka makanlah, jika kalian tidak suka maka tinggalkanlah, dan jangan mencela makanan.
Rasa suka dan tidak suka adalah sifat alami manusia. Kedua hal itu otomatis hadir di dalam diri tanpa kita perintah manakala berhadapan dengan setiap sesuatu. Hal itu pulalah yang turut menyumbang perilaku sebagai wujud respon kita.
Pun demikian yang dinamakan hasad, setiap manusia tidak bisa lepas dari hal demikian, entah dia kalangan biasa ataupun kalangan terpelajar, santri ataupun kiai, pegawai tingkat bawah ataupun pejabat tinggi, dllsb.
Hasad inilah yang seringkali menjadi bahan bakar atas kendaraan yang bernama kekacauan di negeri kita ini. Beredarnya berita-berita hoax, meme-meme yang saling serang, mengejek, merendahkan, diksi-diksi yang bikin panas hati, narasi-narasi yang membuat emosi, terus berlangsung karena hasad yang diperturutkan.
Masa-masa perhelatan politik saat ini, tulisan-tulisan dan gambar bertebaran tentang paslon presiden dan wapres 2019 nanti. Isinya tentang aib-aib yang diolah indah bak santapan lezat. Hal ini pun memanfaatkan hasad dalam diri pembacanya. Jika cocok dengan menu tersebut, langsung share-share dan share, ahh... lega... Penulis pernah bertanya pada pemuda, "Dapat data dari mana?" Dijawab, "Tidak tahu, cuma share saja dari grup sebelah".
Jangankan soal pemilu presiden, yang memang scope nya nasional, bahkan pemilihan yang lebih rendah sekalipun terkadang diwarnai hal yang demikian, dan ini menunjukkan kurangnya kesiapan diri. Dan siapapun yang menjadi di depan, tentu akan ada orang-orang yang hasad kepadanya. Muawiyah pernah berkata, "aku dapat menyenangkan semua orang, kecuali orang yang hasad."
Hasad adalah bagian dari perasaan, dan perasaan hanya dapat diungguli dengan logika, sedangkan logika diperoleh dengan senantiasa belajar, menuntut ilmu, dan mengambil hikmah-hikmah.
Mengapa tulisan ini penulis beri judul menjaga keutuhan NKRI?
Karena Indonesia adalah negara yang kaya. Hal ini seolah barang seksi yang begitu diinginkan oleh yang diluar sana. Namun untuk mengambil barang ini tentu tidak semudah memungut butiran nasi yang tercecer di meja. Perlu siasat, perlu muslihat, yang pemicu utamanya adalah memecah belah manusia di dalamnya, sehingga pertahanan menjadi bercelah. Hasad, adalah situasi alami yang tidak bisa terhindarkan. Namun memperturutkan hasad, inilah yang senantiasa dikobarkan oleh orang-orang yang menghendaki perpecahan. Hasad jualah yang menyebabkan ongkos sosial-politik semakin meroket setiap masanya.
Wahai diriku dan saudaraku, terhadap makanan saja kita diberikan rambu-rambu agar tidak mencelanya, apalagi terhadap sesama manusia. Sebagai manusia Indonesia, kita diperkenalkan berbagai macam konsep persaudaraan. Ada persaudaraan sesama muslim, lalu persaudaraan sesama bangsa Indonesia, kemudian persaudaraan yang dijalin atas dasar persamaan spesies bernama manusia. Maka menahan diri terhadap sesuatu yang tidak kita senangi dapat menjadikan kondusifnya suasana, terjauhkan dari celah perpecahan, terhindarkan dari kekacauan. Hal ini tidak dimulai dari pemimpin yang berkuasa, tetapi dari diri kita masing-masing. Upaya agar negeri ini menjadi baik bukanlah top-bottom, tetapi bottom-up.
Jika kita memang kurang menyukai terhadap manusia, dan itu karena dasar data yang valid, maka kita doakan saja, semoga Allah memberi hidayah. Jika memang perlu diingatkan, sampaikan dengan prosedur yang tepat, jangan habiskan energimu di dunia maya, apalagi sampai mengorbankan catatan-catatan kebaikanmu dengan rasan-rasan. Politik dan pemerintahan adalah jalan yang efektif, sampaikan jika dirimu punya kesempatan atau memiliki relasi disana.
Ketika kita memang perlu mengekspresikan melalui untaian kata, mari kita kembangkan literasi positif, kritik-kritik yang membangun, dan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Jika kita memang tidak mampu memadamkan kobaran yang telah ada, setidaknya kita tidak ikut membawa minyak, tetapi mari bawa air sebagai wujud kepedulian kita akan lingkungan tempat tinggal kita.
Orang dikenang dengan apa yang ditulis dan di share. "Eh, kamu dulu pernah share tentang itu ya, pernah nulis tentang ini ya, berarti dulu kamu tidak suka kan sama dia? Kamu dulu semangat banget loh, pilihan kata yang kamu gunakan pedes banget, dan aku masih ingat itu, itu pun masih ada di internet sebagai digital footprint, masih ingatkah dikau?", mungkin saja hal itu yang akan terucap, lima, sepuluh, duapuluh tahun yang akan datang. Maka benarlah kata nabi, "berkatalah yang baik, atau diam".
Sebagai penutup, penulis mengutip kutipan sebelumnya,
“Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang berpenyakit (hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.” (Ibnu Taimiyah)
Mari kenali diri kita, dalam rangka menjaga keutuhan NKRI tercinta, demi masa depan bangsa dan agama yang kelak diteruskan oleh anak dan cucu kita.
Salam,
Agus Tri Yuniawan
Sumber Gambar: krjogja[dot]com
Sumber Gambar: krjogja[dot]com