PERGESERAN PERASAAN (Edisi: KEPENTINGAN)

Bismillah,
Masih ada kaitannya dengan tulisan terdahulu yang berjudul egois dan juga pergeseran perasaan.

Suasana hati orang perorang setiap saat mengalami pergeseran. Kondisi perasaan ini mempengaruhi sikapnya terhadap orang lain. Ibarat pepatah, teko hanya akan mengeluarkan isinya ketika dituang. Artinya, setiap sikap yang ditunjukkan orang adalah refleksi terhadap apa yang ada di dalam diri.

Hubungan tulisan ini dengan judul adalah, bahwa setiap orang sangat berpotensi berubah sikapnya terhadap orang lain manakala ada kepentingan. Definisi kepentingan adalah sesuatu yang ingin dicapai, baik skala individu, kelompok, golongan, ataupun umum.

Mari kita ambil contoh, dalam dunia anak-anak misalnya. Ada anak yang biasanya ketika bergaul dengan teman itu biasa-biasa saja, tapi suatu ketika menjadi baik banget, perhatian, membela, dll. Ternyata temannya tersebut suka bawa uang saku lebih, jadi ingin ditraktir jajan. Setelah tercapai ditraktir jajan, maka jadi senang sekali. Ini realita, pengalaman penulis, wkwk.

Begitu pun dalam ruang lingkup yang lebih luas, dalam dunia kemasyarakatan, dalam dunia kedinasan, sampai dalam dunia politik sekali pun. Hal ini tidak lepas dari setiap aspek kehidupan. Yang membedakan adalah intensitasnya.

Namun demikian, pergeseran sikap, dari kurang menghargai jadi menghargai, kurang respek menjadi respek, kurang peduli menjadi peduli, tentu sangat beda rasanya manakala hal tersebut dilandasi dengan ketulusan.

Suatu kepentingan, apapun bentuknya, maka pergeseran rasa yang terjadi pun ada masa aktifnya. Yaitu sampai kepentingannya tertunaikan. Adapun jika tetap berlanjut sampai seterusnya maka itu adalah bentuk hidayah Allah. Tetapi suatu rasa yang lepas dari kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan, maka rasa itu akan tetap bertahan sampai kapanpun dan dimanapun, ini pun bentuk hidayah juga.

Maka, cocok dengan yang disampaikan orang-orang sepuh dulu, orang yang merdeka adalah bebas dari sikap berharapnya pada benda-benda. Sedangkan benda itu bisa berwujud orang dan bisa berwujud barang. Namun sebagai manusia, hal ini tentu merupakan tantangan seumur hidup. Karena dalam ruang lingkup terkecil pun yaitu keluarga, hal ini tidak bisa lepas. Sebut saja seorang suami berlaku lemah lembut terhadap istrinya, tentu saja hal ini ada pamrihnya, yaitu agar sang istri senantiasa "gemati" juga dengan suami. 

Akhirnya, kepentingan yang tiada meninggalkan rasa kecewa adalah menyandarkan kepentingan kepada Allah. Hal ini adalah perjuangan yang perlu ditumbuhkan seumur hidup. Karena perjuangan merawat dan menumbuhkan iman adalah tiada batasnya kecuali sampai manusia terbujur kaku sendirian dibalik tanah.

Hati-hati dan evaluasi terhadap setiap rasa dan sikapmu, apakah ini karena kepentingan pribadi semata, ataukah karena kepentingan yang lebih maslahat dan lebih mulia. 

Selamat berjuang.

Salam,
Agus Tri Yuniawan